Kita sering mendengar orang berkata 'anjing menggonggong khafilah berlalu', artinya 'jangan diambil pusing, cuek saja lah. Namun tadi pagi aku melihat anjing menggonggong mengejar pemulung tua yang lari ketakutan. Beberapa kali ia mencoba mengusir anjing tersebut dengan tongkatnya, namun anjing itu nekat hampir menggigit kakinya. Nenek tua itu kasihan, ia berhenti dan mencoba mengambil batu dan binatang itupun lari ke arah berlawanan. Syukurlah, pemulung tua itu selamat.
Melihat wanita berbaju merah dengan kain lusuh akupun berhenti. Entah kenapa ada sesuatu yang mengusik hati ini. Yang jelas aku tidak bisa diam di dalam mobil. Akupun turun dan menemuinya sambil memberkatinya. Umur 65 tahun, seharusnya menikmati hidup dengan anak cucu. Tidak perlu harus menggendong karung sambil mengais botol dan kaleng di tempat sampah. Jalan terseok menelusuri jalanan, masuk keluar perumahan mencari tempat sampah yang menjadi tumpuan harapan. 'Dimana anak-anak nenek tua ini?' Tidakkah ada yang peduli? Kemana janji "fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara"?
Marah dan rasa terharu campur jadi satu. Namun dibalik semua itu aku begitu kagum dengan perjuangan mbah Sartinah. Meski harus memeras keringat dan bergelut dengan debu, ia tidak malu. 'Ya mau bagaimana lagi pak, yang penting masih bisa makan dan halal." Mendengar ucapan itu aku tambah marah lagi, marah dengan mereka yang tega mengambil jatah rakyat miskin. Dan marah pada mereka yang telah menciptakan kemiskinan karena keserakahan.
Bukan kebetulan aku bertemu mbah Sartinah, pemulung tua renta dekat terminal Ubung. Nuraniku berkata 'jangan menahan kebaikan untuk orang yang berhak menerimanya'. Ya, dialah orang yang layak menerima kebaikan itu. Mbah Sartinah hanyalah satu dari ribuan bahkan jutaan kaum lansia yang masih belum beruntung. Ia harus berjuang untuk mempertahankan hidup dan berjuang untuk mati terhormat. Anjing yang menggonggong itu tidak tahu dan tidak peduli dengan penderitaannya. Seandainya ia tahu, ia tidak akan mengejar untuk mencelakainya, namun mengejar untuk memberkatinya.
(Penulis adalah Pdt Paulus Wiratno)